Eropa Barat 2023 (Part. 4) – Swiss

// Swiss : Lucerne //

Dari Prancis ke Swiss

Swiss merupakan negara terfavorit bagi kami karena pemandangan alamnya yang sangat cantik. Tapi bukan berarti yang lain jelek ya, karena masing – masing tempat punya keindahannya tersendiri. Maka dari itu, Swiss jadi negara terlama yang kami kunjungi yaitu selama empat hari. Dan di hari pertama ini kami mau mengunjungi Chapel Bridge di Lucerne sambil makan siang, dan menyusuri Aareschlucht atau Aare Gorge. 

Oh ya, informasi yang nggak boleh ketinggalan adalah… stop kontak! hehehe.. Karena stop kontak di Swiss udah beda lagi dari negara sebelumnya. Tapi tenang saja karena masih aman bisa buat charge hape 😀

Menyeberangi jembatan kayu bersejarah

Kapellbrücke (Chapel Bridge) atau Jembatan Kapel merupakan jembatan tertutup tertua di Eropa yang sudah berdiri sejak tahun 1300. Jembatan unik ini merupakan landmark dari kota Lucerne. Mengapa saya bilang unik? Karena di dalam Chapel Bridge terdapat panel – panel berisi lukisan sejarah kota Lucerne. Namun sayangnya pada tahun 1993 terjadi kebakaran dan dari 47 lukisan yang terkumpul, hanya ada 30 lukisan yang berhasil dipulihkan total. Padahal sebelum terjadi kebakaran, masih ada 147 lukisan yang tersisa dari jumlah aslinya sebanyak 158 lukisan.

(kanan) Panel lukisan yang masih tersisa

Selain Jembatan Kapel, ada sebuah menara segi delapan setinggi 34 meter. Menara tersebut adalah Menara Air yang dulunya berfungsi sebagai tempat penyimpanan arsip, perbendaharaan, penjara juga ruang penyiksaan. Dan sekarang, menara yang menjadi bagian dari tembok kota ini digunakan sebagai kantor pusat Asosiasi Artileri Lucerne.

Untuk menyeberangi sungai Reuss, kalian nggak harus melewati Jembatan Kapel. Bagi pengendara sepeda bisa melewati jembatan Rathaussteg yang sudah berdiri sejak tahun 1961. Saya sendiri juga melewati jembatan ini karena jarak menuju ke restoran lebih dekat. Selain itu sekalian ambil foto Chapel Bridge dari kejauhan, beneran keren banget nih! Selesai makan siang kami langsung menuju ke Aareschlucht.

Rathaussteg
// Swiss : Meiringen //

Menyusuri ngarai

Ada yang tau ngarai, atau dalam bahasa Inggris disebut gorge? Kira – kiranya seperti jurang sempit dengan sisi yang curam, dan biasanya dibentuk oleh aliran air yang membelah batuan. Selanjutnya rute kami adalah Aare Gorge (Ngarai Aare) atau dalam bahasa Jerman Aareschlucht. Seperti namanya Aareschlucht terbentuk dari gletser Aare yang mencair, dan membelah punggungan batu kapur di dekat kota Meiringen sejak ribuan tahun yang lalu. Ngarai ini memiliki kedalaman sekitar 200 meter dengan lebar yang bervariasi, mulai dari yang paling lebar sekitar 30 meter sampai yang paling sempit sekitar satu meter. Keren ya! Memang lukisan Tuhan tetap yang nomor satu, cantikk banget 😀

Lebar ngarai yang bervariasi

Jalan untuk menyusuri Aare Gorge berupa jembatan kayu dengan rangka logam, yang bisa diakses melalui pintu masuk di ujung barat (Aareschlucht West) atau di ujung timur (Aareschlucht Ost). Jalur sepanjang 1,4 kilometer ini dapat ditempuh dengan jalan kaki. Dan untuk penyandang disabilitas bisa masuk melalui pintu barat, karena jalurnya dapat diakses dengan kursi roda sampai ke tengah ngarai.

Tugas menanti!

Kami masuk melalui pintu barat dan ternyata ada hal yang menarik! Ada tugas menanti bagi para pengunjung sebelum menyusuri ngarai ini. Tugasnya adalah menemukan maskot ngarai yaitu cacing “Tatzel” dan keluarganya, yang tersembunyi di dinding sepanjang ngarai. Apakah kami berhasil menemukan semua cacing “Tatzel” yang imut ini? Oh.. jelas tidak bisa! 😀

Jembatan kayu dan maskot cacing "Tatzel"

Jalan kaki menyusuri Aare Gorge ternyata cukup menyenangkan. Bisa olahraga sambil menikmati  pemandangan yang indah dan merasakan dinginnya udara di sini. Terkadang kami nggak selalu berjalan di jembatan kayu, namun harus masuk ke dalam gua juga. Dan yang patut diwaspadai adalah di dalam sini jalannya cukup basah karena air yang menetes dari langit – langit gua. Kami menyusuri ngarai sampai ke spot nomor 11, tapi tidak sampai ke ujung timur karena pintunya ditutup. Alasannya? Nggak tahu. Akhirnya kami kembali lagi ke pintu masuk barat.

(kanan) Pintu masuk barat (Eingang West)
// Swiss : Grindelwald //

Ketemu salju

Udah hari kedua di Swiss nih, enaknya main ke mana ya? Kami mau main di Grindelwald First dan lihat salju sambil nyanyi let it go *halah* .Bercanda ya biar yang mbaca nggak ngantuk hehehe.. Sebelumnya, saya mau berbagi sedikit tips bagi yang mau main wahana permainan di Swiss. Sebaiknya cek dulu wahana permainannya buka atau tidak, karena pada bulan – bulan tertentu beberapa wahana permainannya tutup. Contohnya saja waktu kami ke sana bulan April, wahana Mountain Cart masih tutup karena baru buka saat musim panas, yaitu bulan Mei. Tapi tenang saja karena masih ada wahana lain yang bakal kami coba, apa saja nih? Yukk lanjutt…

Puncak gunung yang tertutup salju

Dinginnn…

Dari tempat parkir kami pergi ke loket, dan beli tiket cable car karena mau naik sampai ke puncak. Dari perhentian pertama sampai ke empat atau yang terakhir, kami menikmati pemandangan yang sangat indah! Semakin ke atas, semakin bersalju. Jadi pas sampai di puncak, gunungnya sudah putih semua. Ini yang saya namakan pergi musim semi, tapi ikut merasakan musim dingin hehehe..

Sampai di atas sini anginnya cukup kencang dan superr dingiinn! Jadi kami makan siang dulu di restoran sambil menghangatkan badan. Selesai makan barulah kita berfoto di First Cliff Walk. Kalau lihat hasil fotonya, terlihat ekspresi kami biasa aja. Tapi siapa sangka untuk bertahan berdiri di sini sambil nunggu antrian foto, ternyata deritanya luar biasa hahaha.. Selain dingin sekali, anginnya pun sangat kencang sampai topi saya hampir terbang. Untung pemandangannya bagus, jadi nggak sia – sia deh antrinya 😀

Nantinya kami berfoto di ujung jembatan itu

Selesai berfoto, awalnya kami mau turun pakai cable car. Tapi lama kelamaan saya penasaran dengan wahana Trottibike, kayak apa sih rasanya hahaha.. Untung beli tiket wahananya nggak wajib dari bawah, tapi bisa di salah satu perhentian. Di sini ada empat wahana permainan yaitu First Flyer, First Glider, First Mountain Cart dan First Trottibike. Untuk wahana First Flyer dan First Glider saya nggak akan nyoba karena mental saya nggak sekuat itu. Dan untuk wahana Mountain Cart baru dibuka bulan Mei karena belum musim panas. Jadi akhirnya saya coba Trottibike…

Siap meluncurr!

Okee.. akhirnya saya memberanikan diri daripada menyesal di kemudian hari. Sebelum meluncur kami mengisi formulir terlebih dahulu dan memilih helm yang pas. Kemudian kami diberi sedikit arahan tentang penggunaan rem yang benar. Baru setelah itu kami latihan sebentar dan siap meluncurr!

Memangnya saya sudah berani? Ya jelas nggak berani lah, lha wong awalnya saya sering berhenti berkali – kali hehehe.. Tapi karena teman saya menemani sambil mengingatkan lagi caranya, ya terus saya coba lagi. Alhasil? Lama – kelamaan hampir lupa nge – rem saking asyiknya! 😀 Tapi nggak mungkin lah sampai lupa nge – rem, karena pemandangannya super duper indah! Jadi saya sampai berhenti beberapa kali karena terkagum dengan pemandangan ini. Sungguh sangat bersyukur atas kecantikan alam yang Tuhan ciptakan bagi kami.

Setelah berhenti beberapa kali untuk foto – foto, kami bergegas turun ke bawah karena mulai gerimis. Namun kami tetap berhati – hati karena jalanan jadi lebih licin. Dan juga ada beberapa tempat yang jalannya penuh kotoran karena dekat dengan peternakan. Akhirnya kami sampai juga di bawah dan ini pengalaman seru yang tak akan terlupakan! Jujur yang membuat saya berani adalah ketika saya teringat dengan perkataan teman saya “manusia sering overthinking, padahal belum tentu apa yang dipikirkan terjadi”. Akhirnya saya berani coba dan ternyata benar, main Trottibike kali ini jadi pengalaman seru yang tak terlupakan (buat orang tipe penakut seperti saya 😀 )

// Swiss : Lauterbrunnen //

Air terjun debu?

Siapa yang tau Lauterbrunnen pasti nggak asing lagi dengan air terjun ini. Meskipun mungkin nggak tau namanya hehehe.. saya banget ini mah! Ada 72 air terjun di lembah Lauterbrunnen, dan salah satunya yang terkenal adalah Air Terjun Staubbach. Nama air terjun ini berasal dari kata Staub yang berarti debu. Karena angin yang berhembus membuat aliran airnya menyembur ke segala arah, sehingga aliran airnya hampir hilang seperti debu sebelum mencapai lembah. Ada juga sumber yang mengatakan kalau salah satu sumber aliran airnya adalah hasil dari pencairan salju.

Lauterbrunnen

Akses untuk menuju air terjun Staubbach sangat mudah, tidak perlu naik cable car ataupun mendaki. Cukup dengan jalan kaki, kami sudah bisa menikmati pemandangan yang indah ini. Namun ada cara lain juga untuk menikmati keindahan air terjun ini, yaitu melalui sebuah jalur pendakian yang pendek dan curam dari kaki air terjun menuju ke “Staubbachhubel”, di mana kalian dapat mencapai bagian belakang air terjun melalui terowongan dan beberapa anak tangga. Kalau saya kali ini cukup dari bawah saja mengingat persediaan baju yang terbatas, karena di atas sana pasti bakal basah – basahan 😀

Schedule hari ini selesai! (APRIL 2023)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *